a.
Pengertian kompetensi mengajar
Menurut Yamin dan Maisah (2010 : 1), “…
istilah competencies, competence, dan competent
diterjemahkan sebagai kompetensi, kecakapan, dan keberdayaan merujuk pada
keadaan atau kualitas mampu dan sesuai”. Sedangkan menurut Sagala (2009 : 23),
“kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya
kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan”.
Selanjutnya, menurut Djamarah (1994 :
133), “mengajar sebagai suatu keterampilan merupakan aktualisasi ilmu
pengetahuan teoritis ke dalam interaksi belajar mengajar”. Sedangkan menurut
Hadis (2006 : 76), “mengajar juga dapat diartikan secara luas, yaitu upaya
untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar
bagi para siswa”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi mengajar menurut peneliti
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki
oleh seorang guru, dalam usaha menciptakan suatu kondisi belajar yang kondusif.
b.
Komponen-komponen kompetensi mengajar
Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14/2005
dan Peraturan Pemerintah No. 19/2005 (dalam Yamin dan Maisah 2010 : 8),
menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kepribadian, paedagogik, profesional,
dan sosial.
Lebih
lanjut, Isjoni (2009 : 72) menyatakan bahwa:
… Guru juga harus
memiliki kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional,
sebagaimana dipersyaratkan oleh UU. Setelah uji kompetensi tersebut, barulah
guru dan dosen memiliki sertifikasi pendidik, dan barulah akan terangkat marwah
dan kehidupan guru secara hakiki, yakni hidup sejahtera dengan penghasilan yang
layak sebagaimana yang dicita-citakan oleh setiap guru Indonesia.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang komponen-komponen kompetensi mengajar, maka akan dijelaskan satu
persatu secara mendalam, yaitu sebagai berikut:
1)
Kompetensi kepribadian
Menurut Djamarah (1994 : 58),
“kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis
dan fisik”. Sedangkan menurut Sagala (2009 : 33), “kepribadian mencakup semua
unsur, baik fisik maupun psikis, sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan
dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian menurut peneliti
adalah kemampuan personal guru yang tercermin dalam suatu tindakan, penampilan,
dan ucapan. Selanjutnya, guru yang berkompetensi dari segi kepribadian memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a)
Kepribadian yang mantap dan stabil,
yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku.
b)
Kepribadian yang dewasa, yaitu memiliki
kemandirian dalam bekerja dan bertindak sebagai pendidik.
c)
Kepribadian yang arif dan bijaksana,
yaitu memiliki keterbukaan dalam berfikir dan bertindak dengan peserta didik,
sesama pendidik, dan masyarakat.
d)
Kepribadian yang berwibawa, yaitu
memiliki prilaku yang dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan memiliki
prilaku disegani yang berpengaruh positif bagi peserta didik.
e)
Kepribadian tentang evaluasi diri dan
pengembangan diri, yaitu memiliki kemampuan dalam mengintrospeksi diri dan
mampu mengembangkan potensi diri secara optimal.
2)
Kompetensi paedagogik
Menurut Sagala (2009 : 32), “… kompetensi
paedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik”. Sedangkan
menurut Yamin dan Maisah (2010 : 9) “kompetensi paedagogik meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar,
dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang
dimilikinya”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi paedagogik menurut peneliti
adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan memahami siswa, sehingga
potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal. Selanjutnya, guru
yang berkompetensi dari segi paedagogik memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)
Memahami keseragaman dan potensi peserta
didik, sehingga dapat mendisain strategi pelayanan belajar sesuai dengan
karakter masing-masing peserta didik.
b)
Mampu menyusun rencana dan strategi
pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
c)
Mampu melakukan evaluasi hasil belajar
sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditentukan.
d)
Mampu mengembangkan bakat dan minat
peserta didik baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan
ekstrakurikuler dalam usaha mengoptimalkan potensi yang dimiliki peserta didik.
3)
Kompetensi professional
Yamin
dan Maisah (2010 : 11), menyatakan bahwa:
Kompetensi profesional merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan methodology keilmuan.
Lebih
lanjut, Sagala (2009 : 39) menyatakan bahwa:
Sebagai
seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup.
Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep,
asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun
pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan
konsisten.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi professional menurut peneliti
adalah kemampuan guru dalam menerapkan konsep-konsep, metodologi, dan
pendekatan-pendekatan yang membuat pembelajaran menjadi menarik. Selanjutnya,
guru yang berkompetensi dari segi professional memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a)Memahami
materi ajar yang akan di ajarkan.
b)
Menggunakan metode pembelajaran sesuai
dengan materi yang akan diajarkan.
c)Menguasai
media pembelajaran, dalam upaya menciptakan suasana belajar yang lebih menarik.
4)
Kompetensi sosial
Menurut Yamin dan Maisah (2010 : 12),
“kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Sedangkan menurut Sagala
(2009 : 38) “… kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk
sosial dalam berinteraksi dengan orang lain”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar. Selanjutnya, guru
yang berkompetensi dari segi sosial memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)
Mampu berinteraksi secara efektif dengan
peserta didik.
b)
Mampu berinteraksi secara efektif dengan
sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c)
Mampu berinteraksi secara efektif dengan
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi mengajar
Isjoni
(2008 : 69) menyatakan bahwa:
Konsekuensi logis dari UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen secara tersirat menyebutkan bahwa seorang guru
adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah, seperti disebutkan pada (Pasal 1 ketentuan umum), dan guru harus
profesional dan dimaksud adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Peningkatan kompetensi mengajar
merupakan suatu hal yang harus menjadi pusat perhatian bagi seorang guru, agar
dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara efektif dan efesien. Salah
satunya seorang guru harus mampu mengelola pembelajaran menjadi lebih menarik
sehingga siswa tertarik dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan
serius.
Motivasi belajar secara ektrinsik, salah
satunya dapat dipengaruhi oleh faktor guru dalam mengelola pembelajaran di
kelas. Seperti halnya motivasi belajar, kompetensi mengajar juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor tertentu.
Menurut Djamarah (1994 : 130), “ meski kompetensi guru adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, namun kompetensi guru itu
sendiri tidaklah berdiri sendiri, tetapi ia juga dipengaruhi oleh faktor latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar”.
Untuk mendapat pemahaman mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi mengajar guru, maka akan dijelaskan
satu persatu secara mendalam, yaitu sebagai berikut:
1)
Latar belakang pendidikan
Djamarah
(1994 : 131) menyatakan bahwa:
Perbedaan latar
belakang pendidikan akan mempengaruhi kegiatan guru dalam melaksanakan kegiatan
interaksi belajar mengajar. Guru alumnus FKIP atau Fakultas tarbiyah dan guru
alumnus FISIP akan berbeda cara mengajar mereka. Sebab guru alumnus FKIP atau
fakultas tarbiyah telah memiliki sejumlah pengalaman teoritis di bidang
keguruan, sedangkan guru alumnus FISIP tidak pernah menerima pengalaman di
bidang keguruan. Dari dua orang sarjana dari alumnus suatu perguruan tinggi yang
berbeda ini saja sudah terlihat perbedaannya, apalagi bila dibandingkan antara
guru alumnus SMTA dengan guru alumnus suatu perguruan tinggi.
Lebih
lanjut, Isjoni (2009 : 72) menyatakan bahwa:
Untuk
memperoleh sertifikasi pendidik tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sertifikasi pendidik akan dapat diperoleh bilamana guru dengan sungguh-sungguh
belajar dan tentunya sertifikasi pendidik, akan didapat oleh guru-guru yang
berkualitas dan selama ini sudah menunjukkan kinerja baik dan memilih profesi
guru merupakan pilihan nuraninya. Tak kalah pentingnya, adalah guru-guru yang
mau belajar dan belajar, selalu mengikuti berbagai diklat-diklat, serta
menyadari bahwa ilmu yang selama ini yang dimiliki terasa masih kurang.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan latar
belakang pendidikan menurut peneliti, dapat mempengaruhi kualitas kompetensi
mengajar guru dan perbedaan latar belakang pendidikan tersebut dipengaruhi oleh
jenis dan penjenjangan pendidikan.
2)
Pengalaman mengajar
Menurut Djamarah (1994 : 132-134), “Experience is the best teacher.
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru yang tidak pernah
marah. Pengalaman adalah sesuatu yang mengandung kekuatan”. Sedangkan menurut
Isjoni (2009 : 79), “untuk menjadi guru efektif kita dituntut selalu mawas diri
dan terus melakukan perbaikan-perbaikan kompetensi ….”.
Sebagai
tambahan mengenai pengalaman mengajar, Djamarah (1994 : 133-134) menyatakan
bahwa:
Guru yang baru
pertama kali menerjunkan diri mengajar di depan kelas biasanya menunjukkan
sikap yang agak kaku dan terkadang bingung untuk mengeluarkan kata-kata apa
yang tepat untuk memulai pembicaraan. Keadaan seperti itu terkadang
mendatangkan trauma dalam dirinya. Keringat keluar membasahi sekujur tubuh
karena kurang terbiasa berhadapan dengan anak didik di depan kelas. Hal ini
kurang menguntungkan, karena bisa jadi bahan yang telah dikuasai hilang dari
ingatan. Akhirnya, sukar menguasai keadaan kelas.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengalaman mengajar menurut peneliti, dapat mempengaruhi
kompetensi mengajar guru. Sebab pengalaman secara teoritis yang diterima di
jenjang pendidikan profesi, tidak selamanya menjamin keberhasilan guru dalam
mengajar, apabila tidak ditunjang dengan pengalaman interaksi langsung dengan
lingkungan belajar atau interaksi langsung dengan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar